Rabu, 19 Juni 2013

Tak hanya TES namun Perlu Kursus Tertib Lalu Lintas

"Tiiiiiiiin"
mau tidak mau saya harus membunyikan klakson dengan nada yang agak panjang. beberapa tahun terakhir ini sejak motor matic memasuki Indonesia, saya merasakan tingkat strees di jalanan makin tinggi. kendaraan roda empat yang saya kendarai hampir selalu dikepung kendaraan roda dua. di kanan, kiri, depan , dan belakang sehingga seringkali menyulitkan saya untuk berjalan dan cenderung membahayakan bagi pengendara roda dua. belum lagi bila bertemu dengan raja jalanan di kota Bandung : ANGKOT. Wah makin pusing dan emosi memuncak. untuk saya yang sudah hampir 20 tahun biasa mengendarai mobil di jalanan sudah cukup kewalahan dengan tingkah pengguna jalan yang makin menggila saat ini lalu bagaimana bagi para pengendara motor yang notabene masih baru mengenal dunia jalanan?
apabila menginjakkan kaki di kota bandung dan mengendarai kendaraan bermotor maka kita dapat memperhatikan banyaknya pengendara roda dua, bahkan roda empat yang seringkali melanggar marka jalan sehingga meningkatkan angka kecelakaan di kota Bandung. inilah dampak dari kurang ketatnya persyaratan pemilikan SIM oleh pihak Kepolisian. mengurus SIM cukup dengan calo, tinggal foto, terima SIM, lalu siap meluncur di jalanan. bahkan mungkin banyak para pengendara kendaraan bermotor tak memiliki SIM.
bukankah ada Tes sebelum permohonan pemilikan SIM?
Ah itu kan hanya formalitas. manusia itu tidak butuh tes namun pemahaman dan kesadaran berlalu lintas yang benar-benar sesuai dengan undang-undang. toh undang-undang tersebut dibuat untuk keamanan berlalu lintas. rasanya perlu semacam kursus pemahaman rambu lalu lintas dan etika berlalu lintas agar kesadaran menaati peraturan lalu lintas semakin membaik dan itu wajib bagi semua pemohon SIM. memang butuh proses namun bukankah untuk menuju kepada sebuah kemajuan pasti melewati proses yang tidak mudah.
siapa yang mengadakannya? tentunya bukan lembaga kepolisian ya! ada baiknya kursus semacam ini dikelola oleh lembaga pendidikan formal dengan materi yang diperoleh dari lembaga kepolisian. mengapa? kepercayaan masyarakat terhadap POLISI sudah pupus, lagipula ini untuk mencegah kongkalikong pemohon SIM dengan POLISI sebagaimana yang terjadi di masyarakat selama ini.
yah ....ini hanya wacana. namun inilah suara hati saya yang stress dengan jalanan bandung yang dipenuhi pengguna jalan yang tidak tertib berlalu lintas .

Selasa, 11 Juni 2013

Renungan

kadangkala kita seringkali dilanda "lupa" bersikap?
pernahkah terfikir di benak anda,apa yg anda rasakan, apa yg anda pikirkan saat tak lagi memiliki salah satu orang tua?
berempati......hal yg seringkali dilupakan,diabaikan
namun inilah yg mudah2an mungkin bisa membuatku jauh lebih memilih berbagi pada mereka yg kehilangan orang tua, karena mereka pastipun merasakan sedih saat :
tak ada lagi yg mengimami shalat dirumah
tak ada lagi pelukan hangat dari yg kita cintai
tak ada lagi yang mendampingi disaat dilanda kesedihan
tak lengkap lagi saat kita hendak berbagi kebahagiaan,

namun diluar itu semua , satu hal yg harus kita pelihara...berempati thd org lain...
miss u bapak
terimakasih untuk banyak hal berharga yg kautanam padaku semasa hidupmu.aku hanya bisa membalas dengan doa.

kenangan : ikut lomba gigi sehat semasa SD

pertama kali ikut lomba, pastinya grogi apalagi lomba gigi sehat. masih segar di ingatan semasa duduk di bangku SD dengan bangga saya mengikuti lomba gigi sehat mulai dari tingkat kelurahan , kecamatan hingga kotamadya dan selalu juara I (norak ya?)
kalau dipikir dan diingat kembali saya hanya tersenyum-senyum sendiri. yah bocah usia 11 tahun mengikuti lomba gigi sehat plus harus presentasi mengapa saya layak ikut lomba, mulut dan gigi diperiksa, praktek sikat gigi dan yang paling menggelikan harus tersenyum dengan memperlihatkan gigi yang sehat.
bosan, lelah karena harus menjalani proses yang hampir sama sejak mulai seleksi dii tingkat kelurahan. hadiahnya ? mungkin buat orang lain tak ada gunanya, namun hadiah yang kudapat sejak mengikuti lomba gigi sehat di tingkat kelurahan adalah buku-buku bacaan yang harganya tidak murah plus sikat gigi dan pasta gigi yang jumlahnya banyakkkk sekali sampai-sampai teman-teman bermainpun kebagian sikat gigi dan pasta bingkisan dari lomba gigi sehat. apa resepnya sih? nenek seringkali memberiku sejumput daun sirih untuk dikunyah. menangis tentunya adalah ritual saat mengunyah sirih. namun ada hikmahnya. gigiku saat itu bisa memberi sedikit hadiah bagi orang lain meski hanya berupa sikat gigi dan pastanya (he he)

bersambung saja ya....

CURHAT TENTANG PELAYANAN SIM DI INDONESIA (Jadi Pelajaran Berharga)


Alhamdulillah hingga hari ini tidak pernah (jangan!) berurusan dengan polisi di jalan hanya gara-gara SIM atau STNK.
Hmmm…tahun berlakunya SIM yang saya miliki saat ini hanya tinggal dua tahun lagi dan mau tidak mau harus mengurus surat pindah berkas. Kira-kira susah nggak ya mengurus surat pindah berkas SIM dari kota Malang ke Bandung tempat saya berdomisili saat ini.
Yah mengurus SIM yang prosesnya berbelit mengingatkan saya pada peristiwa tahun 2005. Kalau saja saya bukan seseorang yang mau belajar tentang hukum dan perundangan tentunya habislah dibohongi oleh “oknum” polisi di polresta Malang. Masih teringat saat itu SIM saya mati  sehari. Bukan sengaja terlambat mengurus perpanjangan SIM  namun karena kesibukan dan akhirnya saya harus bedrest dalam waktu yang cukup lama akhirnya SIM A dan C saya mati bersamaan. hanya mati sehari. Takut? Tidak, karena saat itu saya memang tidak mengendarai kendaraan bermotor dan menurut undang-undang lalu lintas tahun 1992  disebutkan bahwa SIM yang mati kurang dari setahun dapat diperpanjang tanpa melalui proses ujian praktek.
Nah ini masalahnya. Mulai dari loket pertama saya sudah didekati calo. Calo tak berhasil merayu saya, ia masuk ke dalam loket yang dijaga oleh dua orang oknum polisi. Beliau beliau mengatakan bahwa biaya pengurusan SIM A dan C saya keduanya memakan biaya 450 ribuan. Duh…kok besar sekali padahal biaya formulir  yang tertera di loket hanya 85 ribu untuk SIM A dan 65 ribu untuk SIM C (kalau tidak salah dikisaran angka tersebut). Dengan wajah innocent saya bertanya pada ‘oknum” polisi : ‘kok tidak sama dengan yang tertera di loket Pak”. Dan beliau menjawab “kalau mau bayar kalau tidak ya tidak usah mengurus, yang tertera di loket ini sudah kadaluarsa” Wah..wah ini nggak bener nih. Segera saat itu saya telepon salah satu kolega ayah saya yang kebetulan bekerja di kantor yang sama. Ternyata biaya resmi yang dikenakan adalah benar yang tertera di depan loket..wah makin panas hati saya apalagi kedua oknum polisi plus calo di belakangnya tetap ngotot dengan harga awal, kemudian turun pada angka 300 dan akhirnya stag di angka 175 ribu.(ha ha baru kali ini saya menemui pengurusan SIM di lembaga pemerintah pakai acara tawar menawar). Saya mengiyakan untuk menjebak. Mengapa? Karena saya melihat ada beberapa pengurus perpanjangan SIM mendapatkan kuitansi yang berbeda. Bagaimana triknya ? saya meminta dituliskan angka nominal pengurusan kedua jenis SIM pada kuitansi resmi, namun kedua oknum polisi tersebut tetap kukuh tidak mau berniat memberikan kuitansi resmi tersebut. Alhasil saya meninggikan suara saya setengah mengancam akan melaporkan pada atasan dan mempublikasi ke surat kabar. Hasilnya ? saya hanya membayar 150 ribu sesuai tarif resmi.
            Apakah terhenti di loket pertama praktek pungli tersebut? Tidak! Pada saat pengurusan pengambilan  sidik jari saya masih diminta lagi membayar sebesar 30 ribu. Apakah saya membayar? Tidak! Jurus meminta bukti pembayaran resmi menjadi jurus ampuh melawan pungli-ber (kalau ada yang menggunakan hijab disebut hijaber, para penarik pungli juga pantas disebut pungliber ya? ). Keberanian saya saat itu berbuah pada tertundanya pemanggilan nama saya untuk foto berkas SIM yang baru. Saya ingat betul hari  itu hari jum’at, saya tiba di polresta Malang bagian SIM tepat pukul 8 dan memasukkan berkas pukul 9 namun hingga pukul 11 nama saya tak juga dipanggil, sedangkan yang tiba pukul 10 hanya menunggu setengah jam, maka SIM sudah ditangan. Rasanya darah sudah sampai diubun-ubun apalagi setelah saya beranikan saya tanya ke loket, ternyata saya harus ujian tulis dan praktek….huaaahhhhhh makin marahlah saya.
            Sebagai dosen di fakultas hukum saat itu saya sudah mempersiapkan diri. Kebetulan hari itu saya membawa berkas undang-undang lalu lintas beserta fotokopinya. Saya beranikan tegas pada oknum bahwa saya tak perlu mengikuti ujian apapun karena menurut undang-undang lalu lintas yang berlaku saat itu, apabila SIM mati tidak sampai satu tahun maka pemohon tidak perlu mengikuti ujian. Tiga oknum yang saya tengarai mempermainkan pemohon pucat pasi saat saya menyerahkan fotokopi undang-undang yang menjelaskan hal di atas. Dan…..akhirnya saya dipersilahkan foto.
Namun lagi-lagi saya dipermainkan. Seusai foto SIM dikatakan bahwa saya tidak bisa langsung membawa hasilnya alias menunggu satu minggu. Waah tidakkkk saya kan tidak akan bisa pergi kemana-mana tanpa SIM. Jurus terakhir adalah menelepon kembali kolega ayah yang juga menjadi polisi di kantor yang sama. Hasilnya? Saya bisa membawa kedua SIM A dan C pulang meski dengan tanggal SIM yang sengaja dipermainkan sehingga tidak terhitung berlaku 5 tahun namun hanya 4,5 tahun. Oknum oh oknum…kalau saja pemohon tidak sadar hukum mungkin akan membayar mahal untuk sebuah SIM. Padahal mereka telah digaji oleh rakyat untuk melayani, namun mengapa jadinya begini?
Kejadian ini akhirnya saya angkat ke surat pembaca sebuah surat kabar besar di Jawa Timur. Hasilnya alhamdulillah 5 tahun kemudian saat saya mengurus perpanjangan SIM untuk kesekian kalinya tidak ada pungli-punglian. Yah, mudah-mudahan saat nanti saya mengurus pindah berkas SIM dari malang ke Bandung tidak akan menemui kesulitan lagi. Ingat Pak Polisi, anda digaji rakyat untuk melayani bukan untuk mengintimidasi dan membodohi rakyat ya.

Kamis, 06 Juni 2013

haruskah ada pelajaran untuk menjadi tersadar?

sulit mengajaknya untuk menyelami hati seseorang yang telah beberapa kali kehilangan orang2 tercinta....apakah harus menunggu ia kehilangan seseorang untuk menjadi tersadar.
apakah harus merasakan untuk menyelami hati seseorang yang terluka tanpa ada seseorang disisinya...
ia hanyalah bagai layang2 tanpa kerangka.melayang mengikuti arah angin karena tak mampu lagi untuk menopangnya.
ia harus berucap pada siapa?saat langkah telah terseok namun hanyalah tatapan nanar tanpa berusaha untuk menjadi kerangkanya...hanya menunggu .....entah hingga kapan

sulitnya menjadi ibu *namun bahagia jadi imbalannya*

tak pernah terbayang sebelumnya setelah menikah aku langsung hamil, melahirkan, merawat anak tanpa didampingi ibu yang selama ini aku lihat begitu kuat, tak pernah memperlihatkan kesulitannya saat membesarkan,mendidik kita bertiga sebagai single parent di usia sangat muda "36"...cintanya pada almarhum bapak membuatnya begitu kuatnya menghadapi berbagai cobaan saat itu. deraan ekonomi yang menimpa kita sekeluarga tak pernah diperlihatkan...."tapi aku tahu itu Bu"

sekarang di usiamu yang tak lagi muda, di saat aku hamil, melahirkan hingga merawat fadhiil sedikitpun tak tersentuh tangan lembut ibu. tapi aku mengerti Bu...tanggung jawabmu begitu besar terhadap kedua adikku....namun dengan begini aku jadi mengerti begitu penuh perjuangan saat membesarkan kami bertiga yang notabene semua perempuan. tangismu membuatku sedih dan itu pertama kalinya kau ungkapkan kesedihanmu padaku saat mengatakan maaf tak bisa mendampingiku merawat cucu pertamamu, Fadhiil. dengan cara seperti ini, Allah mengajariku begitu berharganya jasamu ketika aku harus ditantang harus tetap menyusui,memandikan saat jahitan caesar masih sangat terasa nyeri, tetap harus terjaga saat fadhiil sakit panas bahkan hingga mengajarinya bernyanyi, menggambar, berhitung hingga berdoa.....*sulit* namun ketika anakku berhasil mengerti yang kuajarkan *tanpa baby sitter*...itulah gaji tertinggi yang kudapat...jauh jumlahnya melebihi gaji dosen yang selama ini kudapat....
ibu...terimakasih ya...tiada yang bisa membalas semua jasamu...doaku hanyalah engkau diberikan kesehatan lahir batin, bahagia dan tetap bisa mendampingi kami bertiga plus menantu dan cucu-cucu. aku sayang ibu

DIANGGAP SOK PINTAR SAAT MENJELASKAN MPASI HANYA UNTUK USIA 6 BULAN KE ATAS (0H GOD!!)

mata tak bisa terpejam
tiba tiba ingat peristiwa 2 tahun yang lalu
bayi usia 3 bulan diberi MPASI yg lumyan padat
TERKEJUT...*pasti*
TERGELITIK *akhirnya*
diberi penjelasan apa kelemahannya..mengapa tidak dianjurkan diberikan sebelum usia bayi mencapai 6 bulan *tet* tapi malah ada jawaban....*orng2 dulu juga begitu kok...gak apa2..sehat2 aja*
yah mereka hanya berpikir jangka pendek dengan harapan bayi nggak rewel lagi *padahal tangisan palsu* krn kenyang....*egois sekali* padahala bayinya hanya pengen diayun bukan MAKAN.
yah mudah2an satu saat nanti sadar bahwa itu merugikan bayi dlm jangka pendek/panjang....belum lagi bayi tak mendapatkan hak penuh ASInya hanya karena alasan sedikitlah, capeklah, repotlah.....mudah2an menjadi renungan....