Alhamdulillah
hingga hari ini tidak pernah (jangan!) berurusan dengan polisi di jalan hanya
gara-gara SIM atau STNK.
Hmmm…tahun berlakunya SIM yang saya miliki saat ini hanya tinggal dua
tahun lagi dan mau tidak mau harus mengurus surat pindah berkas. Kira-kira
susah nggak ya mengurus surat pindah berkas SIM dari kota Malang ke Bandung
tempat saya berdomisili saat ini.
Yah mengurus SIM yang prosesnya berbelit mengingatkan saya pada peristiwa
tahun 2005. Kalau saja saya bukan seseorang yang mau belajar tentang hukum dan
perundangan tentunya habislah dibohongi oleh “oknum” polisi di polresta Malang.
Masih teringat saat itu SIM saya mati
sehari. Bukan sengaja terlambat mengurus perpanjangan SIM namun karena kesibukan dan akhirnya saya harus
bedrest dalam waktu yang cukup lama akhirnya SIM A dan C saya mati bersamaan. hanya
mati sehari. Takut? Tidak, karena saat itu saya memang tidak mengendarai
kendaraan bermotor dan menurut undang-undang lalu lintas tahun 1992 disebutkan bahwa SIM yang mati kurang dari
setahun dapat diperpanjang tanpa melalui proses ujian praktek.
Nah ini masalahnya. Mulai dari loket pertama saya sudah didekati calo.
Calo tak berhasil merayu saya, ia masuk ke dalam loket yang dijaga oleh dua
orang oknum polisi. Beliau beliau mengatakan bahwa biaya pengurusan SIM A dan C
saya keduanya memakan biaya 450 ribuan. Duh…kok besar sekali padahal biaya
formulir yang tertera di loket hanya 85
ribu untuk SIM A dan 65 ribu untuk SIM C (kalau tidak salah dikisaran angka
tersebut). Dengan wajah innocent saya bertanya pada ‘oknum” polisi : ‘kok tidak
sama dengan yang tertera di loket Pak”. Dan beliau menjawab “kalau mau bayar
kalau tidak ya tidak usah mengurus, yang tertera di loket ini sudah kadaluarsa”
Wah..wah ini nggak bener nih. Segera saat itu saya telepon salah satu kolega
ayah saya yang kebetulan bekerja di kantor yang sama. Ternyata biaya resmi yang
dikenakan adalah benar yang tertera di depan loket..wah makin panas hati saya
apalagi kedua oknum polisi plus calo di belakangnya tetap ngotot dengan harga
awal, kemudian turun pada angka 300 dan akhirnya stag di angka 175 ribu.(ha ha
baru kali ini saya menemui pengurusan SIM di lembaga pemerintah pakai acara
tawar menawar). Saya mengiyakan untuk menjebak. Mengapa? Karena saya melihat
ada beberapa pengurus perpanjangan SIM mendapatkan kuitansi yang berbeda.
Bagaimana triknya ? saya meminta dituliskan angka nominal pengurusan kedua
jenis SIM pada kuitansi resmi, namun kedua oknum polisi tersebut tetap kukuh
tidak mau berniat memberikan kuitansi resmi tersebut. Alhasil saya meninggikan
suara saya setengah mengancam akan melaporkan pada atasan dan mempublikasi ke
surat kabar. Hasilnya ? saya hanya membayar 150 ribu sesuai tarif resmi.
Apakah terhenti di loket pertama
praktek pungli tersebut? Tidak! Pada saat pengurusan pengambilan sidik jari saya masih diminta lagi membayar
sebesar 30 ribu. Apakah saya membayar? Tidak! Jurus meminta bukti pembayaran resmi
menjadi jurus ampuh melawan pungli-ber (kalau ada yang menggunakan hijab
disebut hijaber, para penarik pungli juga pantas disebut pungliber ya? ).
Keberanian saya saat itu berbuah pada tertundanya pemanggilan nama saya untuk
foto berkas SIM yang baru. Saya ingat betul hari itu hari jum’at, saya tiba di polresta Malang
bagian SIM tepat pukul 8 dan memasukkan berkas pukul 9 namun hingga pukul 11
nama saya tak juga dipanggil, sedangkan yang tiba pukul 10 hanya menunggu
setengah jam, maka SIM sudah ditangan. Rasanya darah sudah sampai diubun-ubun
apalagi setelah saya beranikan saya tanya ke loket, ternyata saya harus ujian
tulis dan praktek….huaaahhhhhh makin marahlah saya.
Sebagai dosen di fakultas hukum saat
itu saya sudah mempersiapkan diri. Kebetulan hari itu saya membawa berkas
undang-undang lalu lintas beserta fotokopinya. Saya beranikan tegas pada oknum
bahwa saya tak perlu mengikuti ujian apapun karena menurut undang-undang lalu
lintas yang berlaku saat itu, apabila SIM mati tidak sampai satu tahun maka
pemohon tidak perlu mengikuti ujian. Tiga oknum yang saya tengarai
mempermainkan pemohon pucat pasi saat saya menyerahkan fotokopi undang-undang
yang menjelaskan hal di atas. Dan…..akhirnya saya dipersilahkan foto.
Namun lagi-lagi saya dipermainkan. Seusai foto SIM dikatakan bahwa saya tidak
bisa langsung membawa hasilnya alias menunggu satu minggu. Waah tidakkkk saya
kan tidak akan bisa pergi kemana-mana tanpa SIM. Jurus terakhir adalah
menelepon kembali kolega ayah yang juga menjadi polisi di kantor yang sama.
Hasilnya? Saya bisa membawa kedua SIM A dan C pulang meski dengan tanggal SIM
yang sengaja dipermainkan sehingga tidak terhitung berlaku 5 tahun namun hanya
4,5 tahun. Oknum oh oknum…kalau saja pemohon tidak sadar hukum mungkin akan
membayar mahal untuk sebuah SIM. Padahal mereka telah digaji oleh rakyat untuk
melayani, namun mengapa jadinya begini?
Kejadian ini akhirnya saya angkat ke surat pembaca
sebuah surat kabar besar di Jawa Timur. Hasilnya alhamdulillah 5 tahun kemudian
saat saya mengurus perpanjangan SIM untuk kesekian kalinya tidak ada
pungli-punglian. Yah, mudah-mudahan saat nanti saya mengurus pindah berkas SIM
dari malang ke Bandung tidak akan menemui kesulitan lagi. Ingat Pak Polisi,
anda digaji rakyat untuk melayani bukan untuk mengintimidasi dan membodohi
rakyat ya.
WOW pengalaman berharga makasih ya sudah berpartisipasi..
BalasHapusterimakasih. mudah2an bermanfaat bagi ibu-ibu yang lain agar mau sadar hukum dan tidak memberikan kesempatan bagi oknum yang mencoba minta pungli
Hapusmemang terlalu itu oknum. oknum koq berjamaah, njengkelin semua ya. btw selamat lah utk perjuangan perpanjangan SIM nya. bila kini tak ada pungli2an lagi, mungkin saja itu juga berkat kegigihan mba kala itu
BalasHapusnah itu dia mbak, saat itu satu loket denganloket yang lain saling bekerjasana untuk pungli. anehnya ada salah satu oknum yang selalu berpindah pindah loket sedikit menekan pengurus perpanjangan SIM atau SIM baru agar mau membayar sesuai keinginan mereka. sampai saat ini bila saya ke kantor pemerintah masih tetap sering ngeyel bila sudah ada pungli2an. terimakasih sudah meninggalkan jejak mbak
Hapus