awal mula mengenal e-learning
Hampir
14 tahun yang lalu saya mengenal istilah e-learning untuk yang pertama kalinya
saat menempuh program Pascasarjana di universitas Brawijaya Malang. Awalnya
saya hanya ogah-ogahan mengikuti program perkuliahan yang beberapa diantara
mata kuliah yang disajikan menggunakan media e-learning sebagai pendukung
penguasaan materi perkuliahan.
Perlahan
namun pasti sedikit demi sedikit banyak mahasiswa yang rajin mengikuti program
e-learning ini. Sayapun tak kalah cepat rajin mengikuti proses perkuliahan
e-learning yang dilaksanakan seminggu sekali di akhir minggu bekerja sama
dengan salah satu perguruan tinggi di Jepang.
Kendala
bahasa asing yang umumnya dirasakan sebagian penduduk Indonesia juga dialami
saya dan beberapa rekan kuliah yang ternyata kesulitan menangkap spelling
englishnya dosen-dosen Jepang yang kebetulan memang mendominasi beberapa
matakuliah saya. Ah, babat habis saja pikir saya saat itu hanya sebuah awalan
yang tak menyenangkan apabila kita tak menguasai bahasa Inggris yang campur
aduk dengan dialek bahasa dari Negara asal penyelenggara e- learning. Yah sekelebat
pikiran saya saat itu hanya berlaku apabila saya mau tidak mau harus
berhubungan dengan dosen dari universitas di Jepang yang saat itu bekerjasama
dengan kampus tempat saya menimba ilmu untuk melakukan teleconference. Selebihnya
saya tinggal memanfaatkan materi-materi yang disediakan lewat CR ROM meski
harus agak bersusah payah membaca jurnal-jurnal asing.
apa itu E-learning
Lalu
apa yang sebenarnya dimaksud dengan e-learning? yang dimaksud dengan
pembelajaran e-learning yaitu proses pembelajaran dari mana dan kapan saja antara tim pengajar dan peserta didik. Kemandirian
menyerap ilmu diasah melalui materi yang telah disediakan oleh instriktur atau
dosen melalui materi yang telah dikirimkan sebelumnya via email. Bertambahnya
Interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur dan menjangkau
peserta didik dalam cakupan yang luas meski jarak cukup jauh dipecahkan dengan bantuan teleconference, chatting maupun
email. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran karena
pada umumnya materi pembelajaran telah disimpan dan disediakan dalam bentuk
CDROM, kita tinggal membacanya kemudian mengadakan diskusi agar ada timbal
balik proses pembelajaran dengan dosen yang sesungguhnya berada di luar negeri
atau terpisah jarak yang cukup jauh. Susah payah namun benar-benar puas
hasilnya karena mater-materi yang diberikan merupakan materi yang up to date.
Kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan lanjut yang dicombine dengan e-learning
membutuhkan kemandirian bagi para peserta didik karena proses belajar tatap muka
hanya terjadi sesekali dalam masa belajar
melalui proses pembelajaran mandiri sisanya bisa melalui proses tatap muka untuk pemantapan materi. Sayangnya saat itu fasilitas kampus tak
seluruhnya memadai dan menjangkau semua mahasiswa yang membutuhkan layanan
e-learning, sehingga kami harus bergerilya mencari bahan dari satu kampus ke
kampus yang lain. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan karena tak hanya materi-materi
bermanfaat yang didapatkan namun kebersamaan antar mahasiswa, kemandirian dan
kedisiplinan dalam proses perkuliahan yang justru tak akan tertukar oleh
apapun.
Proses pengaplikasian e-learning
Tak
berhenti disini saja, saat saya mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta,
sayapun menggunakan cara yang hampir mirip dengan proses belajar menggunakan saya selama di pascasarjana dengan
memanfaatkan internet sebagai media pembelajaran. Mobilitas saya yang sangat
tinggi serta sambil menempuh pendidikan lanjut untuk meningkatkan mutu
pembelajaran yang akhirnya membuat saya bisa mengajar dimanapun saya berada. Konsultasi
matakuliah juga seringkali saya lakukan via internet sehingga mahasiswapun tak
terpaku pada jadwal saya berada di kampus untuk belajar. Materi-materi
perkuliahan juga dapat diakses mudah oleh mahasiswa melalui web yang disediakan
oleh pihak kampus sehingga siapapun dan kapanpun bisa mengaksesnya. Dengan cara
ini saya dan mahasiswa meningkatkan interaksi. Berbeda halnya dengan
pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya di dalam diskusi.
Mengapa? Karena pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan yang
ada atau yang disediakan dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau bertanya
jawab sangat terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga cenderung
didominasi oleh beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan berani. Keadaan
yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran elektronik. Peserta
didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau kurang berani mempunyai peluang yang
luas untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa
merasa diawasi atau mendapat tekanan dari rekannya.
Proses
ini juga berlaku dalam evaluasi belajar sehingga dalam membuat tugas, saya
dapat memberikan tugas yang berbeda antara mahasiswa satu dengan yang lain yang
nantinya akan meminimalisir copy paste antara mahasiswa satu dengan
yang lain. Demikian pula dengan penyerahan tugas yang menggunakan media
elektronik dalam hal ini e-mail. Tak hanya materi dan tugas yang akan
diserahkan mahasiswa via e-mail namun mahasiswa juga berhak memberikan umpan
balik berupa kritik dan saran yang membangun dalam proses pembelajaran. Cara ini
tak mungkin dilakukan apabila saya minta pada proses pembelajaran klasikal
namun dengan menggunakan media elektronik sebagai salah satu media pembelajaran
banyak hal yang dapat diperbaiki dan ditambahkan dalam proses pembelajaran.
Dengan
e-learning pula pekerjaan saya jauh lebih mudah dan efisien karena proses
penilaian dan hasil tugas juga transparan bisa dilihat oleh semua mahasiswa. Dengan
demikian mahasiswa satu dengan yang lainnya juga akan saling belajar dari hasil
jawaban dan resume hasil jawaban yang saya berikan setelah dikoreksi. Kejujuran,
kemandirian, kecepatan penerimaan materi dan efisiensi belajar dan transparan
akan dapat diraih dengan adanya e-learning. komunikasi antara mahasiswa dan
dosen akan lebih terjalin baik karena tidak adanya ‘ewuh pakewuh” dalam dunia
e-learning.
Namun
pada materi selanjutnya diperlukan penyempurnaan metode penyajian materi
pembelajaran, penguasaan belajar elektronik
baik dari guru/dosen serta mahasiswa/siswa sehingga dapat meningkatkan mutu
pembelajaran lebih optimal. Dukungan perangkat pembelajaran elektronik ini juga
harus datang dari lembaga pendidikan hingga level kementrian pendidikan sehingga
lebih memotivasi guru/dosen dan siswa/mahasiswa dalam meningkatkan
pengetahuannya melalui e-learning.
Di IPB juga ada sebagian mata kuliah yang melakukan e learning. Tapi masih sedikit persentasenya. Kalau urusan administrasi sudah 90%online
BalasHapusmungkin tergantung juga dengan mata kuliahnya ya mbak. 14 tahun yang lalu saat menempuh kuliah, saya sudah merasakan keseluruhan mata kuliah di combine dengan e learning. meski awalnya berat tapi bikin ketagihan karena makin banyak ilmu yang sebenarnya yang bisa diserap bila memang punya motivasi belajar yang kuat ya
Hapuswah 14 tahun itu lama lho ... :)
BalasHapusSukses kontes blognya Mak.. :)
alhamdulillah selulus S1 dapat beasiswa lanjut ke S2.14 tahun memang sudah lama , tapi rasanya baru kemarin bersama teman-teman mencari bahan perkuliahan. terimakasih ya sudah meninggalkan jejak
Hapus