Kurang
lebih sudah hampir tujuh tahun saya meninggalkan pekerjaan yang sebelumnya
sangat saya cintai. Pekerjaan yang membuat saya selalu berhubungan dengan banyak
karyawan di suatu perusahaan rokok
terbesar di Indonesia yang bertempat di kawasan rungkut Surabaya. Sebagai salah
satu tim HRD saya harus menghandel 2000an karyawan dari total 25000an karyawan
dalam satu semester untuk dievaluasi.
Bekerja
dari pagi hingga pagi lagi adalah hal lumrah buat saya saat itu. lembur evaluasi
tak akan dirasa lelah karena saya akan segera ijin jalan ke sebuah sudut pabrik
yang disana terdapat kantin karyawan 24 jam. Tak ada perbedaan kasta bila tiba
di kantin. Mau dikata ia outsourcing, staf HRD, atau Manager sekalipun semua
diperlakukan sama. Saya juga tak pernah memilih posisi duduk saat makan atau
hanya sekedar minum wedang ronde yang jadi favorit karyawan.
Beberapa
kali saat saya masih baru bekerja di perusahaan tersebut memang para pekerja
sempat menjauh memberikan posisi tempat duduknya kepada saya. Maklumlah, seragam
kami berbeda antara pekerja outsourcing dengan staf. Namun, hal tersebut
membuat saya tak nyaman. Rasanya saat saya tiba di kantin seperti ngangon meri karena spontan mereka
menjauh bersamaan. Hanya satu orang yang
berhasil saya ajak bicara pada awal mula pertemuan hingga akhirnya rata-rata
pekerja mengenal saya. Mbak nasikhah, nama pekerja yang ternyata berhasil
menjadi jembatan bagi saya dengan pekerja untuk berbincang lebih dekat lagi.
Mbak
nasikhah, dibalik diamnya ternyata ia memiliki banyak potensi. Selain sebagai
pekerja outsourcing ia juga menerima jahitan dari teman sekerja atau
tetangganya serta seringkali ikut membantu salah satu tetangganya merias
hantaran pengantin. Belakangan saya tahu, ia menjadi single parent karena suaminya meninggal karena sakit. Ia berjuang
sendiri menghidupi keempat anak buah cinta dengan almarhum suaminya.
Persahabatan yang tak mengenal jarak usia antara mbak Nasikhah dan saya akhirnya
sedikit merenggang saat saya mengundurkan diri sebagai staf HRD dan lebih fokus
pada pekerjaan sebagai dosen yang saat itu sudah 8 tahun lebih dulu saya
tekuni, hingga akhirnya saya mengikuti suami berdinas ke Bandung.
Bandung-Surabaya
memang sangat jauh, terakhir berbincang via telepon saat lebaran kemarin dengan
kondisi mbak nasikhah yang masih sehat. Pagi ini saya mendapat kabar dari putri
bungsunya bahwa mbak Nasikhah sudah kembali ke pangkuanNya. Kanker paru yang
menjangkitinya selama dua tahun terakhir membuat ia akhirnya menyerah dan
kembali pada yang Maha Memiliki.
Satu hal kalimat
mbak Nasikhah yang masih teringat saat terakhir berbincang via telepon, lebaran
kemarin : “Nda, titip anak-anak kalau saya harus pulang duluan” . ia memang
memanggil saya dengan sebutan Bunda semenjak saya mengabarkan bahwa saya telah
memiliki jagoan bernama Fadhiil kurang lebih lima tahun yang lalu. kewajiban
saya untuk tetap menjalin silaturahmi dengan anak-anaknya Insya Allah akan saya
teruskan.
Selamat
jalan mbak Nasikhah. Terimakasih untuk sebuah jalinan persahabatan yang indah
selama hampir 11 tahun. Semoga Allah melancarkan jalanmu sebesar cintamu kepada
Nilam, Azwar, Yeni dan Aris.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar