Setahun yang lalu saat si kecil
mulai memasuki sekolah taman kanak kanak saya sedikit dihantui rasa khawatir.
Reaksi penolakan si kecil yang berlebihan terhadap lingkungan barunya membuat
saya berupaya keras agar si kecil lebih bisa memanaj emosinya bila bertemu
teman-temannya yang menurutnya jahil serta penolakan terhadap sesi bercerita di
depan kelas untuk semua murid.
Semenjak
kecil saya memang mengajarkan kepada si kecil mana yang dimaksud barang pribadi
dan mana yang tidak, namun sedikit mengabaikan bagaimana sebenarnya emosi anak
usia balita dalam bersosialisasi. Keinginan balita yang seringkali ingin
memiliki barang milik orang lain meski dirinya memiliki barang serupa rupanya
mengganggu si kecil karena teman-temannya sangat menyukai bekal makanan, tempat
minum, tas hingga sepatu yang dimilikinya. Kondisi ini menyebabkan si kecil
memilih menjauh daripada harus berbagi makanan atau barang yang dimiliki.
Cara
ini ternyata justru menimbulkan masalah baru karena si kecil merasa tidak
memiliki teman.saat waktu berangkat sekolah dan pulang sekolah tiba, seringkali
saya mengajaknya berbicara dari hati ke hati tentang apa yang diinginkan dari
kegiatan sekolahnya. Tak mudah mengorek cerita dari si kecil, butuh beberapa
waktu agar ia bisa mulai membuka cerita.
Keinginannya
agar barang-barangnya tak disentuh atau diminta oleh teman-temannya rupanya
yang menjadi masalah saat itu. Tak hanya
sekali setiap kali akan membuka bekal sekolah selalu saja kotak makanan si
kecil kosong atau hanya tinggal setengah bagian saja. Keinginan untuk
bersekolah dari si kecil makin ciut hingga akhirnya saya sengaja meminta ijin
kepada kepala sekolahnya untuk mengambil libur dengan pertimbangan akan percuma
saja masuk apabila si kecil masuk sekolah bila harus didahului dengan tangisan,
mogok belajar hingga tangisannya mengganggu teman-teman lainnya.
Bercerita
dan berkomunikasi secara hangat, mengorek perasaannya ketika bersekolah tetap
saya lakukan karena setiap dua hari sekali selama hampir seminggu saat ijin tak
masuk sekolah, sengaja saya mengajak si kecil untuk pergi kepanti asuhan dengan
tujuan ia bisa melihat bahwa kondisi kehidupannya bersama saya dan ayahnya
sangat baik. Jauh sangat baik dibandingkan dengan anak-anak yang tinggal di
panti. Tak hanya melihat kegiatan sehari hari di panti namun namun juga
akhirnya si kecil diijinkan untuk ikut berkegiatan bersama.
Bersama
teman-temannya di panti asuhan, saya memberi pengertian bahwa semua yang berada
di panti harus berbagi makan, tempat tidur, tempat bermain, menonton tv bahkan
belajar pun harus berbagi tempat tanpa ada ayah atau ibu yang mendampingi.
bukan hal yang mudah untuk memberi pengertian demikian , hampir setiap kali
berangkat dan pulang dari sekolah saya berusaha memberikan pengertian bahwa ada
sebagian milik kita merupakan hak dari orang-orang yang kurang mampu.
Tak
hanya dengan berkegiatan seperti yang telah saya sebutkan di atas, untuk
mengasah keterampilan sosial dan bergaul di lingkungan tempat tinggal, kami
juga mengajak beberapa teman sebayanya untuk bermain di rumah bersama Fadhiil.
Sayapun juga sering mengajaknya untuk bergabung dengan anak-anak dari
teman-teman saya dan tentunya tak lupa catatan untuk mudah berbagi dengan orang
lain.
Tak
butuh waktu lama untuk mengajak si kecil beradaptasi dengan kegiatan barunya
untuk selalu berbagi dan bergaul dengan teman-temannya di sekolah. Komunikasi
dan aktivitas positif yang saya dan suami lakukan beberapa waktu tersebut
membawa perkembangan cukup baik sehingga tak perlu ada lagi tangisan, penolakan
si kecil di sekolah. Memang butuh waktu yang cukup panjang namun karena saya
berusaha tak melewatkan sesi bercerita saat perjalanan berangkat ke sekolah dan
sepulang sekolah serta satu sesi bercerita lagi di saat makan malam bersama
ayah bundanya, tak hanya kepedulian sosial dan cara bergaul yang menunjukkan
perkembangan namun juga rasa percaya diri yang bertambah saat harus tampil di
depan teman-temannya untuk bercerita di depan kelas juga merupakan bonus dari penciptaan
komunikasi yang hangat dan penuh cinta dari kami kedua orang tuanya.